APA YANG SALAH DENGAN PERTANIAN KITA?
Sensus Penduduk baru berlangsung pada awal Mei tahun 2010. Tapi, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 231 juta orang, atau naik 29 juta orang ketimbang hasil pendataan Sensus Penduduk 2000 lalu yang tercatat sebanyak 202 juta orang
Menurut data BPS, jumlah petani mencapai 44 persen dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 46,7 juta jiwa. Lebih dari separuhnya merupakan petani gurem dan buruh tani dengan kepemilikan lahan dibawah 0,5 hektar atau mencapai 38 juta keluarga tani.
Petani dan Keluarganya merupakan angkatan kerja dengan jumlah yang sangat besar sudah sepantasnya pemimpin di Negeri ini melakukan “lompatan besar” dalam Program Pertaniannya yang lebih mengarah pada peningkatan SDM.
Banyak perusahaan-perusahaan besar yang menyisihkan laba usahanya untuk pembangunan di bidang pertanian, tapi belum bisa dirasakan memberikan perubahan besar dan berarti karena pelaksanaan yang belum tepat sasaran. Hal ini karena tingkat keseriusan dan fokus pada peningkatan kesejahteraan pertanian selalu dihadapkan pada kendala di lapangan sehingga Program kepada Petani selalu terputus atau tidak berkelanjutan.
Saat ini fungsi kelompok tani hanya sebuah simbol tanpa ada kekuatan dalam pengembangan SDM petani ke arah yang lebih baik. Organisasi petani selalu dibiarkan berjalan apa adanya tanpa ada pengelolaan yang mengarah pada penguatan Lembaga supaya semakin besar dan memberi kontribusi pada anggotanya.
Sekuat apapun jika Pemerintah dan Swasta besar tidak melirik kepada Pertanian yang di dalamnya banyak terdapat angkatan kerja produktif maka pertanian akan berjalan terseret tanpa arah yang jelas ke depannya. Bila ini berjalan terus dari tahun ke tahun maka negara akan menghadapi masalah yang besar terutama dalam pengadaan pangan (beras) terlebih lahan-lahan pertanian bergeser fungsi dan SDM tidak lagi tertarik dengan usaha di bidang pertanian.
Maka dalam pelaksanaannya Pemerintah harus segera tanggap terhadap manajemen pertanian dengan melibatkan pihak swasta yang punya visi mengangkat kesejahteraan rakyat melalui pertanian. Usaha di pertanian tidak akan bisa berjalan dan menguntungkan bila petani-petani kita tidak diarahkan secara terpadu.
Pemikiran yang sangat “berilusi” ketika kita berharap petani penggarap diberikan insentif langsung tanpa memikirkan lagi bagaimana nasib hasil panen mereka, nasib pendapatan mereka setiap hari atau setiap bulannya. Yang diperlukan petani adalah totalitas kerja mereka kepada lahan garapannya. Karena umumnya pegiat pertanian hanya mengandalkan satu jenis usaha hanya sebagai “Buruh Tani”.
Profesi mereka tanpa jaminan asuransi, tanpa jaminan bonus atas keberhasilnnya, dan segala jenis apresiasi terhadap petani sama sekali tidak ada. Maka bila pihak swasta yang sudah mengecap kesuksesan dan kejayaan usahanya semestinya mereka punya rasa kepedulian untuk membangun pertanian menjadi profesi yang membanggakan dan dinantikan oleh anggota masyarakat Indonesia.
Bagaiman caranya supaya pertanian bisa dibangun sebagai sektor yang potensinya besar? Organisasi Pertanian yang mampu melakukan kegiatan secara terpadu dalam kawasan pertanian di dalamnya terdapat Lembaga Pendidikan untuk Pengembangan SDM, Pabrik, baik yang mengolah hasil pertanian maupun yang mengolah produk sampingan hasil pertanian, Akses Pasar, Pembelian Hasil Panen, Pembiayaan Pertanian dan sebagainyal.
Kita tetap mengapresiasi pekerjaan BULOG tapi dalam pelaksanaannya Badan tersebut hanya dalam pengumpulan Bahan dan Hasil Pertanian saja (beras) tanpa ada goals lain untuk lebih mengembangkan usaha pertanian supaya berdampak pada peningkatan kesejahteraan keluarga petani.
Kita melihat dengan jelas bagaimana pengusaha terkaya di Indonesia adalah hasil dari jerih payah petani dan buruh tani serta buruh pabrik seperti pabrik rokok, kelapa sawit, karet, kakao, tanaman pangan dan sebagainya. Pertanyaannya adalah “sudahkah diperhatikan supaya keluarga petani kita juga sama semakin sejahtera, dengan membangun konsorsium pertanian yang melibatkan keluarga petani?”….Jawabannya kita sudah tahu.
Produk pertanian sangat tidak pasti ketika ditangani oleh individu, contoh pada petani tanaman pangan, petani-petani kaya nya menjual gabah sendiri-sendiri harga fluktuatif, Petani Kaya masih tetap merasakan hasilnya yang besar, lalu bagaimana nasib buruh tani? Mereka bekerja hanya untuk hari ini. Jadi sangat penting jika mereka merasa punya harapan ada perbaikan nasib dengan terlibatnya pengusaha swasta besar dalam membantu kehidupan buruh tani. Kemudian pihak swasta besarpun dengan mudah mendapatkan bahan yang bisa dijual di Super Market punyanya sendiri tanpa harus menekan harga petani.
 Lalu bisakah petani merasakan keuntungan usaha Swasta besar tersebut? Jawabannya Bisa, jika ada kemauan serius Pihak Pemerintah dan Swasta Kaya untuk lebih peduli dan berbagi. Jika mereka takut dengan usaha sebelumnya dirongrong oleh keluarga petani, maka dibuatlah Lembaga Usaha tersendiri, tapi dengan akses yang tetap mudah untuk dijadikan rekanan bagi usaha besarnya.
Kewajiban menyisihkan laba bagi perusahaan besar untuk kelurga petani bukan sekedar bantuan langsung tunai tapi Laba tersebut adalah untuk pengembangan Badan Usaha Milik Petani dengan pengelolaan yang profesional. Banyak diantara kita mengetahui bagaimana Carefour bisa besar penjualannya, adalah karena Carefour mempunyai jaringan pemasarannya. Begitupula Supermarket-Supermarket lain juga sama besarnya dengan hasil yang sangat fantastis. Mereka para pengusaha sudah sepantasnya turun ke lapangan bersama pemerintah membangun SDM keluarga pertanian supaya mereka tidak menjadi bom waktu, tapi menjadi potensi asset yang luar biasa dalam merubah wajah negeri ini menjadi lebih baik kualitas penduduknya, dengan tidak merasa bangga menempelkan tulisan “warga miskin” di setiap rumah petani di seluruh Indonesia.