Tugas praktikum ke-5 Hari/tanggal : Senin / 1 Okteber
2012
MK Sosiologi Umum (KPM 130) Ruangan : RK CCR 1.07
Judul
Bacaan
OMPU
MONANG NAPITUPULU INGIN SEDERHANAKAN BUDAYA BATAK
Oleh
: Arbain Rambey
Nama
Individu
Yahya
Ramadhana
G24120052
Nama
Asisten
1.
Rezka Farah (H14090042)
2.
Vini Novia (H14090011)
Geger,
iklan tentang pengusiran perusahaan yang merusak lingkungan Bona Pasogit untuk
masyarakat Batak Toba seakan menjadi “Trending Topic” selama seminggu terakhir
yang beredar di surat kabar. Iklan yang dipasang oleh Parbato atau yang disebut
pula Perungkoan Batak Toba, organisasi kesukuan yang telah ada sejak tahun
1997. Lingkungan Bona Pasogit ini
merupakan tempat tinggal warga Batak Toba yang berada di sekitar danau Toba.
Etnis ini juga memiliki sub-etnis yang merupakan bagian dari Matak itu sendiri
yakni Batak Angkola, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pakpak, dan
Batak Karo.
Menurut
ketua organisasi ini, Ompu Monang alias Daniel Napitulu, kesadaran diri bagi
tiap etnis di Indonesia sangat penting untuk menggalang solidaritas kecil yang
nantinya akan berguna untuk solidaritas Indonesia secara keseluruhan, terutama
di etnis mereka sendiri, Batak Toba. Batak Toba ini dapat dikatakan unik karena
Batak Toba ini merupakan Stereotipe umum kalau orang membahas orang Batak
ceplas-ceplos, berwatak keras, senang sekali menyanyi, dengan dagu yang agak
persegi.
Dewasa
ini, kita sudah tahu bahwa kehangatan kekerabatan dalam budaya Batak bukan
omong kosong belaka, ini sangat terlihat ketika mereka melakukan upacara
perkawinan diamana bisa dibilang seluruh undangan memiliki peran tersendiri
yang sama penting satu dengan yang lainnya dalam acara tersebut. Namun, dalam
hal ini ada juga sisi jeleknya, biasanya mereka boros waktu dimana undangan
yang bukan merupakan kerabat harus menunggu hingga acaranya selesai. Belum lagi
acara pemberian nasehat yang biasanya dilakukan oleh ratusan orang penting
walaupun sebenarnya tidak perlu didengarkan oleh mempelai. Bukan hanya itu,
pemborosan juga terjadi pada saat acara pengulosan dimana mempelai pasti
mendapatkan puluhan hingga ratusan kain ulos.
Sebenarnya
kain ulos saat ini seperti bukan hal yang sakral lagi dimana sekarang dibuat
dengan mesin, berbeda dengan waktu dulu yang dibuat dengan tangan dan tidak
sembarangan orang yang memakainya. Namun faktanya, sekarang benda ini hanya
digunakan sebagai penentu gengsi dalam sebuah acara, semakin banyak maka
semakin naik pula reputasinya. Padahal, kain tersebut hanya akan dijual lagi
dan akan dibeli orang lain, dijual lagi, dan dibeli lagi, begitulah seterusnya,
pemborosan bukan?. Tidak hanya soal perkawinan, pemborosan juga terlihat
dalam acara adat Batak lainnya yakni
pemakaman. Pembangunan makam yang nilainya hingga ratusan juta juga dijadikan
sebagai adu gengsi.
Keinginan Ompu untuk
melanjutkan adat asli Etnis Batak ditunjukkan oleh beliau dengan mengorbankan
dirinya sendiri yang akan melakukan acara pernikahan menurut dia sendiri dengan
efisien namun tidak melenceng dari budaya Batak itu sendiri. Dia melakukannya
dengan hanya orang tua dan saudara kandung mempelai yang mengundang, pembatasan
pemberian asehat, serta hanya beberapa olus yang dia akan terima. Cara ini dia
harap akan menjadi teladan yang akan dicontohi oleh orang Batak lainnya.
0 Comments