Tugas praktikum ke-7 dan 8 Hari/tanggal : Senin
/ 8 Oktober 2012
MK Sosiologi Umum (KPM 130) Ruangan : RK CCR 1.07
Judul
Bacaan
MODEL
KELEMBAGAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI
Oleh
: Djuhendi Tadjudin
dan
SISTEM
BAGI HASIL DI JAWA TENGAH
Penelitian
Hukum Pemilikan Tanah di Sebuah Daerah Pertanian yang Penduduknya Sangat Padat
Oleh
: Warner Roell
Nama
Individu
Yahya
Ramadhana
G24120052
Nama
Asisten
1.
Rezka Farah (H14090042)
2.
Vini Novia (H14090011)
Ikhtisar
I :
Hutan,
kembali lagi menjadi dilema antara pemenuhan kehidupan dan kelangsungan hidup
itu sendiri. Di sisi satu yang memanfaatkan hutan untuk memenuhi klebutuhan
hidaupnya, dan di sisi lain akan terbentuk masalah yang menyangkut kelangsungan
hidup alias akan habisnya sumber kehidupan, seperti yang dirasakan masyarakat
Badui. Sulitnya lagi, banyaknya waktu dan proses yang dibutuhkan untuk
pemulihan hutan yang lebih besar dari waktu pemanfaatan hutan membuat
pemulihannya berjalan lambat. Belum lagi ketidakseriusan para pengguna hutan
dalam hal mengolah hutan membuat mereka acuh terhadap pelestariannya.
Masalah
ini muncul dikarenakan terdapatnya perbedaan pandangan terutama dalalam tata
nilai yang dinotabene oleh pihak yang ingin mendapat keuntungan cepat dan
instan. Penyebab yang lainnya berkaitan dengan hak kepemilikan yang sering
mencari keuntungan sendiri dengan memanfaatkan lahan kosong yang langsung dicap
sebagai miliknya tanpa memikirkan bahwa masih ada pihak lain yang membutuhkan
bahkan sebenarnya pemilik asli lahan tersebut. Bukan hanya itu, model
pengelolaan yang timpang tindih dari masyarakat dan pemerintah menambah
rumitnya permasalahan hutan yang dialami.
Dalam
hal penyelesaian masalah ini, Hutan KEmasyarakatanlah yang menjadi salah satu
cara yang terbaik. Dengan menganut sistem Hutan Kemasyarakatan, bukan hal yang
tidak mungkin masalah ini bisa diatasi dan bisa lebih baik kedepannya. Dalam
system ini, masyarakatlah yang menjadi pemeran internal alias yang paling utama
dalam mengelola hutan dengan pemerintah bukan lagi sebagai pengawas melainkan
sebagai fasilitator. Walaupun demikian,. masyarakat tetap memiliki
batasan-batasan pengolaan yang diatur oleh pemerintah guna untuk mencegah
adanya praktik pengambilan hutan secara gelap oleh pihak lain.
Manfaat sistem ini akan muncul secara
sendirinya tanpa melakukan usaha yang berat untuk melakukannya. Masyarakat akan
lebih paham tentang tata nilai dengan merubah cara pandangan mereka menjadi
pandangan yang lebih peduli lingkungan dengan pembatasan penggunaan tapi tetap optimal
dalam pelestarian. Di lain hal, penguasaan oleh pihak lain akan bisa
diminimalisir karena masyarakat menjadi pelaksana dengan pengawasan langsung
dari pemerintah. Pengelolaan hutan pun akan menjadi optimal dengan masyarakat
sebagai yang menggunakan dan memelihara dan difasilitasi oleh pemerintah.
Akhirnya, masyarakat bisa memanfaatkan secara optimal namun pemeliharaan yang
tidak diabaikan.
Ikhtisar
II :
Bagi
hasil, istilah yang sangat sering kita dengarkan untuk 2 pihak yang berkerja
sama baik jasa maupun materi yang mana
hasilnya akan di bagi dua atau pihak yang lebih dominan akan mendapatkan hasil
yang lebih banyak.Sistem inilah yang banyak digunakan oleh warga Negara
Indonesia dalam berbagai usaha terutama dalam bidang pertanian dan peternakan.
Namun
ada yang salah dalam pelaksanaan system ini di Negara kita. Tidak sedikit usaha
bagi hasil ini yang hanya menguntungkan 1 pihak saja sedangkan yang lainnya
tidak. Contohnya saja di bidang peternakan dan pertanian, biasanya hasilnya
hanya di dominasi oleh pemilik lahan atau pemilik ternak. Jarang kita
mendapatkan bagi hasil yang mencapai 50-50 dalam setiap usahanya.
Banyak
faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Salah satu yang paling menonjol adalah
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang lebih akan menyebabkan tingkat
pengangguran akan lebih banyak dikrenakan lahan yang tidak bertambah. Akhirnya
dengan keadaan ini, biasanya orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan berusaha
mencari pekerjaan lain terutama bagi hasil.
Hal
ini dimanfaatkan betul oleh orang-orang yang berada yang biasanya menekan hasil
yang didapatkan oleh pekerja hingga mencapai titik minimal. Sehingga otomatis
akan membuat si pemilik tanah ataupun ternak ini akan memperoleh keuntungan
yang besar. Belum lagi apabila si pemilik meminta kepada penggarap itu sejumlah
uang muka, walaupun jumlahnya kadang tak sedikit.
Kerugian
memang sering dijumpai oleh para penggarap ini, pertumbuhan penduduk yang pesat
dan pembagian pemilikan tanah yang tidak seimbang pada saat pengambilan hasil
panen membuat perekonomian para penggarap ini sukar untuk dinaikkan walaupun
mungkin banyak jenis system yang dapay digunakan dalam transaksi garap sawah
dan bagi hasil ini. Bahkan tingkat ekonominya akan semakin menurun apabila
kondisinya terus berlanjut.
Karena
tidak meluasnya system pertanian kita disertai dengan pertumbuhan penduduk yang
menunjukkan nilai yang drastis tiap tahunnya, mungkin bisa dikatakan mustahil
kalau kita ingin meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Apalagi ditambah karena
kurangnya lapangan kerja. Mungkin bukan hal yang mudah pula dalam mengatasi
masalah ini, karena budaya garap sawah dengan sistem bagi hasil sudah dimulai
oleh leluhur terdahulu sehingga susah untuk membuat para penggarap untuk
berpaling dari profesi ini.
0 Comments